22 September 2000

Pengaruh Negatif Susu AA dan DHA

Tingkat konsumsi Docosahexanoic Acid (DHA) yang berlebihan akan membahayakan
metabolisme tubuh. Sebab tubuh terpaksa dibebani pekerjaan yang lebih berat
untuk mengeluarkan asam lemak esensial tersebut. Spesialis penyakit anak Dr.
Utami Roesli MBA, mengutip hasil penelitian yang dilaksanakan di Australia,
Amerika Serikat maupun Eropa, bahwa di tiga kawasan negara maju ini, belum
dihasilkan efektifitas dari penambahan DHA dalam produk susu maupun makanan
bayi dan anak anak termasuk untuk ibu hamil. "Jadi belum ada anjuran untuk
menambahkan unsur asam linoleat dan asam linolenat itu ke dalam susu",
ujarnya kepada Media, kemarin di Jakarta.
Lebih jauh ditegaskan, seperti juga lemak susu sapi, maka asupan DHA
tersebut bukan merupakan ikatan rantai panjang, sehingga masih sulit diserap
oleh pencernaan bayi. Terlebih lagi, katanya, karena susu yang akan
dikonsumsi ini harus dibuat dengan menggunakan air panas hingga mengalami
proses pemanasan. Akibatnya, aktifitas enzim desaturase dan elongase yang
memfasilitasi pembentukan DHA dalam tubuh secara otomatis hancur. Karena
itu, Utami, sebagai pakar air susu ibu (ASI) mengingatkan kepada masyarakat,
khususnya kaum ibu, supaya jangan terpengaruh terhadap iklan susu dan
makanan pendamping ASI yang mengandung DHA dengan iming-iming mampu
meningkatkan kecerdasan bayi. "Asam lemak esensial tersebut justru cukup
terkandung dalam ASI, bahkan unsur DHA nya tergolong ikatan rantai panjang
yang sangat mudah diserap pencernaan bayi", ujarnya. Karena itu dia
menganjurkan agar bayi diberikan ASI sejak lahir sampai umur 4 bulan, karena
asam lemak ASI juga terdiri dari asam arakidonat. "Berarti, kandungannya
melebihi unsur asam linoleat dan asam linolenat". Setelah empat bulan,
katanya, bayi dapat di berikan tempe yang mengandung pula asam linoleat
maupun asam linolenat karena lemaknya termasuk ikatan rantai panjang.
Utami menjelaskan, setelah mencapai umur enam bulan, bayi juga dapat
diberikan ikan laut, yang secara alami mengandung pula kedua asam lemak itu
tanpa harus mengonsumsi susu formula.
Menyesatkan
Ketua Lembaga Peningkatan Penggunaan ASI Rumah Sakit Saint Carolus ini
mengakui, semboyan "Empat Sehat Lima Sempurna" yang berlaku sejak dulu
dinilai telah menyesatkan masyarakat. "Orang beranggapan konsumsi makanan
sehari hari belum sempurna jika tidak minum susu. Susu bukan berarti tidak
penting, namun bukan segala galanya", tegasnya lagi. Dia bahkan melihat
iklan susu maupun makanan bayi dan anak anak yang diimplementasi dengan DHA
cenderung menyesatkan masyarakat, karena produsen memanfaatkan kebodohan
konsumen yang tak memahami manfaat sesungguhnya dari unsur tambahan
tersebut.
Sementara, kalangan spesialis gizi di Indonesia umumnya menyatakan masih
awam terhadap kandungan DHA dalam susu. Karena sampai sejauh ini, belum
pernah dilakukan penelitian tentang manfaatnya.
Dokter Soebagyo Sumodihardjo MSc, pakar gizi dari bagian Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, mengungkapkan pihaknya baru mengetahui hal
itu dari media massa. Ketika ditemui Media usai pembukaan lokakarya
"Pemerataan serta Peningkatan Pemanfaatan Lulusan Pendidikan Tenaga
Kesehatan di Sektor Non Departemen Kesehatan dan Kesejahteraaan Sosial"
kemarin di Jakarta, dia belum bersedia dimintai komentarnya. "Saya baru
mengkliping dan belum membaca literatur", ujarnya. Dia berjanji
memberitahukan hal tersebut seminggu kemudian setelah segala informasi
dikumpulkan dari berbagai sumber.
Spesialis Anak Dr. Sri S. Nasar sebelumnya menginformasikan bahwa overdosis
DHA pada manusia, sejauh ini baru terlihat dialami orang Eskimo yang banyak
mengkonsumsi ikan laut. Dikatakan bahwa gejalanya berupa perdarahan, mirip
flek flek berwarna kebiruan di kulit. "Efek yang lain baru ditemukan pada
monyet maupun tikus, tapi gejalanya berbeda".


[sumber: Harian MEDIA INDONESIA, Jum'at 22 September 2000]

24 April 2000

Perlukah Suplementasi AA/DHA dalam Susu Formula?

Ditulis Oleh Arifianto MD

Mohon maaf kalau tulisan ini jadinya seperti artikel semi ilmiah.
Hanya berusaha menyumbangkan sedikit informasi yang saya punya sebelum
meninggalkan Jakarta menuju lokasi tanpa koneksi internet sama sekali
(listrik dan telepon saja belum tahu ada/tidaknya).
Maraknya iklan susu formula di mana-mana: TV, majalah, koran
mendorongku menelusuri lebih lanjut, perlukah suplementasi AA/DHA dalam susu
formula. Tujuan tulisan ini adalah menekankan tidak ada yang mampu
menggantikan ASI dalam enam bulan pertama kehidupan bayi.
Susu formula dibuat dengan berusaha meniru semirip mungkin kandungan
yang ada dalam ASI, untuk memenuhi segala kebutuhan nutrisi bayi:
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Sebagian besar
formula ini diambil dari susu sapi, yang dinilai kandungannya hampir
menyerupai air susu manusia, dan mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Sebagian kecil adalah susu kedelai.
Ada satu kandungan dalam ASI yang tidak terdapat dalam susu formula
kebanyakan, yaitu AA/DHA. Berbagai penelitian menunjukkan bayi yang
mendapatkan ASI sampai usia satu tahun memiliki perkembangan otak lebih baik
dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Kandungan yang menentukan ini
adalah asam arakidonat (arachidonic acid/AA) dan asam dokosaheksaenoat
(docosahexaenoic acid/DHA), suatu asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang
(long chain polyunsaturated fatty acids/PUFA), yang merupakan batu bata
utama pembangun jaringan saraf di retina (saraf mata) dan otak. Mengetahui
hal ini, para peneliti biokimia berlomba-lomba memasukkan AA dan DHA dalam
kandungan susu formula, dan melihat dampaknya apakah menyerupai keuntungan
bayi yang mendapatkan ASI.Sebuah tulisan dalam jurnal Nutrition Noteworthy
tahun 2002 yang berjudul: "Finding the Magic Formula: Should Polyunsaturated
Fatty Acids be Used to Supplement Infant Formula" yang ditulis Mailan Cao
menjelaskan tiga hal utama yang menjadi indikator utama outcome (keluaran)
suplementasi AA/DHA ini, mengingat tidak semua hal yang terbukti di
laboratorium (in vitro) atau hewan percobaan, lantas sama efeknya ketika
diterapkan pada manusia.

1.. Suplementasi AA/DHA dan kadarnya dalam asam lemak plasma (darah)
Setelah dibuktikan aman untuk dikonsumsi tubuh manusia, peneliti ingin
membutikan apakah suplementasi AA/DHA dapat diserap tubuh sama halnya
kandungan dalam ASI, melihat bukti kadar AA/DHA dalam tubuh bayi yang
mendapatkan susu formula tanpa suplementasi AA/DHA lebih rendah dibandingkan
dengan yang mendapatkan ASI.Ternyata terbukti, suplementasi AA/DHA
meningkatkan kadarnya dalam plasma darah, membran sel darah merah
(eritrosit), dan jaringan korteks otak, dalam jumlah menyerupai yang
mendapatkan ASI. ARTINYA: suplementasi AA/DHA mampu diserap tubuh dengan
baik. NAMUN ini sama sekali tidak menunjukkan dampaknya dalam perkembangan
saraf otak dan ketajaman penglihatan.

2.. Suplementasi AA/DHA dan Pengaruhnya dalam (Fungsi) Ketajaman
Penglihatan
Sebuah penelitian 'meta-analisis' menunjukkan adanya peningkatan
fungsi penglihatan pada bayi yang mendapatkan susu formula dengan
suplementasi AA/DHA dibandingkan yang mendapatkan susu formula biasa, dengan
melihat indikator perilaku dan elektrofisiologi mata pada bayi berumur 2 dan
4 bulan. Beberapa penelitian terdahulu tidak menunjukkan adanya perbedaan.

3.. Suplementasi AA/DHA dan Perkembangan Kecerdasan/Perilaku
Inilah KUNCI dari impian semua peneliti mengenai suplementasi AA/DHA:
mampukah menyamai dampaknya dalam meningkatkan kecerdasan bayi, layaknya
bayi yang mendapatkan ASI? Ternyata dari berbagai penelitian: belum
terbukti. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama
kehidupannya, dan diteruskan sampai usia 1 tahun, memiliki kecerdasan lebih
daripada yang mendapatkan susu formula dengan AA/DHA sekalipun.Beberapa
kendala juga menghadang model penelitian ini. Antara lain jenis uji yang
digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan adalah: Bayley Mental
Development Index (MDI) dan the Psychomotor Developmental Index (PDI).
Berbagai penelitian menunjukkan hasil berbeda-beda, ada yang menggambarkan
hasil signifikan pemberian suplementasi AA/DHA, dan sebagian lain tidak ada
bedanya. Belum lagi pengaruh sosioekonomi responden yang mempengaruhi uji
statistik. Kadar AA, DHA, dan asam lemak lain semacam ALA dan LA juga
bervariasi antar penelitian. Sampai perbedaan genetik dan lingkungan di
berbagai belahan dunia tempat penelitian dilakukan (Amerika Utara,
Australia, dan Eropa). Juga terkadang jumlah sampel terlalu sedikit, umur
bayi yang terlalu dini untuk dilakukan pengujian, dan jangka waktu
penelitian yang seharusnya cukup panjang, sehingga dapat dilihat dampaknya
hingga usia remaja dan dewasa.Pada akhirnya penelitian mengenai dampak
suplementasi AA/DHA masih terus dikembangkan, dan belum berakhir. Bagaimana
dengan pemasarannya di negara kita? Berbagai iklan dan informasi yang tidak
jarang datang dari dokter spesialis anak sendiri seolah-olah mengklaim
perannya signifikan dalam meningkatkan kecerdasan bayi.Di AS, Food and Drug
Administration (FDA) atau serupa Badan POM-nya Indonesia, memberikan ijin
kepada dua perusahaan: Abbott Laboratories dan Mead Johnson Nutritionals
untuk mengedarkan susu formula dengan suplementasi AA/DHA kepada khalayak
sejak awal 2002. Harganya 15-20% persen lebih mahal dibandingkan dengan susu
formula tanpa suplementasi, dan ini pun memberikan keuntungan kepada dua
perusahaan tersebut untuk membiayai penelitian mengenai AA/DHA.American
Council on Science and Health memiliki pandangan "the current data has not
consistently shown that supplementation of formulas with DHA and AA has a
lasting beneficial effect on infant development" juga hal lain seperti
keamanan menambahkan asam lemak dalam susu formula belum teruji. Pada
akhirnya keputusan berpulang pada tangan si konsumen. Apakah akan memberikan
susu formula dengan suplementasi AA/DHA atau tidak. Yang penting adalah
memberikan ASI Eksklusif selagi mampu. Sejak masa kehamilan, persiapkan diri
sebaik mungkin dengan pengetahuan menyusui bayi secara optimal. Menjelang
persalinan, jika Anda berencana melahirkan di Rumah Bersalin atau Rumah
Sakit, bukan di rumah, mintalah kamar rawat gabung. Anda bisa bersama bayi
Anda sejak lahir hingga saatnya pulang, tanpa dipisahkan sedikit pun dari
sisi sang ibu. Satu hal yang sangat sulit dilakukan di kota besar seperti
Jakarta. Begitu bayi lahir, segera dekatkan ke payudara ibu, untuk early
latch-on-menyusui dini-dengan teknik yang telah Anda ketahui baik. Sehingga
dipastikan kemampuan Ibu untuk menyusui bayinya penuh sangat baik. Maka
tidak ada alasan lagi: "ASI saya tidak keluar", dan harus memberikan susu
formula pada bayi.
Dukungan dari keluarga juga sangat penting. Tidak sedikit alasan ibu
memberikan susu formula pada bayinya yang mendapatkan ASI dengan baik
adalah: khawatir ASI tidak cukup. Pembahasan ASI sangat panjang, tidak dalam
bahasan ini.

Kecerdasan bayi tidak hanya monopoli ASI dengan AA/DHA-nya saja. Tapi
juga stimulasi eksternal, dari lingkungan, melalui rangsangan yang diberikan
Papa-Mamanya, dengan percakapan verbal, pengenalan media visual, dan
perhatian penuh orangtua terhadap perkembangan kecerdasan anak. Apalah
artinya anak dengan asupan AA/DHA baik, tapi tidak pernah dirangsang
kemampuan verbal dan visual oleh orangtuanya. Bisa jadi akan lebih buruk
dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mendapatkan ASI atau susu
formula, tetapi ibunya mampu memberikan perhatian penuh terhadap stimulasi
kecerdasan buah hatinya.



Sumber : http://arifianto.blogspot.com

RSS Feed (xml)
Template by : Kendhin x-template.blogspot.com