29 Maret 2008

Menakar Kebutuhan AHA/DHA

Susu formula dengan DHA dan AHA belum tentu berefek maksimal untuk
pertumbuhan otak.

Istilah DHA (Docosahexaenoic acid) dan ARA (arachinoid acid) memang tak
asing di telinga para ibu. Dalam iklan di televisi, terlihat sejumlah
perusahaan susu berlomba-lomba menawarkan produk yang mengandung DHA dan
ARA. Biasanya, susu jenis ini harganya lebih mahal dibanding susu formula
tanpa asam lemak esensial itu.

Si ibu yang langsung kepincut dua komponen tersebut dan berkantong tebal
langsung berburu produk itu. Padahal, menurut Dr Hardiono D. Pusponegoro,
SpA (K), meskipun banyak susu formula mengklaim mengandung DHA dan ARA,
belum tentu semuanya akan memberi dampak yang baik dan maksimal untuk
pertumbuhan otak anak.

"Hampir semua produsen susu formula memasukkan berbagai benda dalam
produknya, tapi jumlahnya sedikit-sedikit. Padahal, bila perbandingan DHA
dan ARA dalam susu formula tak tepat, hasilnya tak akan baik bagi anak.
Kecerdasannya tak akan meningkat," ucap Hardiono, Selasa lalu di Jakarta,
dalam konferensi pres mengenai kadar asupan DHA ARA yang tepat dan stimulasi
sejak dini untuk nilai IQ anak lebih baik.

Hardiono juga menjelaskan, DHA dan ARA sebenarnya terdapat secara alami
dalam air susu ibu (ASI). Konsultan anak bidang neurologi dari Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, itu menambahkan, dibandingkan dengan susu
formula yang diperkaya DHA dan ARA, kandungan kedua asam lemak yang terdapat
dalam ASI masih jauh lebih baik segi kualitas ataupun kuantitasnya. Ini
berbeda dengan ASI, kandungan DHA dan ARA secara alami memiliki komposisi
yang tepat bagi tumbuh-kembang bayi.

DHA dan ARA merupakan asam lemak yang sangat dibutuhkan bayi untuk
pembentukan otak, jaringan saraf, jaringan penglihatan, dan membantu
pembentukan sistem imun pada bayi. Melalui ASI, bayi akan mendapatkan DHA
dan ARA yang diperlukan sebagai komponen utama lemak membran sel dan
merupakan asam lemak tak jenuh dalam rantai panjang utama sistem saraf
pusat. DHA juga merupakan komponen utama membran sel fotoreseptor retina.

Otak tumbuh maksimal sejak 3 bulan terakhir dari masa kehamilan sampai
kurang lebih usia 2 tahun. Karena itu, dalam periode tersebut, bayi
sebaiknya mendapat DHA dan ARA dalam jumlah cukup, yang tentunya dapat
diperoleh dari ASI. Agar mendapatkan kandungan DHA dan ARA yang tinggi dalam
ASI-nya, ibu hamil bisa mengkonsumsi makanan yang menjadi sumber DHA,
seperti ikan laut (contohnya salmon), minyak ikan, daging, dan telur.

Dari suatu penelitian, Dr Craig Jensen dari Departemen Pediatrik pada Baylor
College of Medicine Houston, Texas, menyebutkan ibu-ibu di setiap negara
memiliki kandungan DHA dan ARA dalam ASI berbeda-beda. Perbedaan ini
lantaran asupan makanan yang dikonsumsi sehingga dapat mempengaruhi kadar
kedua komponen tersebut. Walau tak ada angka yang pasti, Craig mengatakan
DHA dan ARA yang terdapat dalam ASI wanita Indonesia tak jauh berbeda dengan
negara tetangga, seperti Malaysia, yaitu sekitar 0,4 atau 0,5 persen dari
total asam lemak. "¨Ya, sekitar 0,4 atau 0,5 persen dari total asam lemak.
Tapi, meski jumlahnya sedikit, DHA dan ARA penting dalam perkembangan
intelektual dan daya penglihatan anak,¨ ujar Craig.

Dia melanjutkan, dari beberapa hasil studi memperlihatkan asupan DHA dan
ARA, baik bagi bayi prematur maupun bayi yang lahir normal, bermanfaat untuk
perkembangan fungsi penglihatan dan perkembangan saraf otak pada bayi dan
balita.

Selain itu, penelitian yang dilakukan Dr E. Birch menunjukkan, anak-anak
berusia 4 tahun yang mendapatkan asupan DHA dan ARA dengan kadar 0,36 persen
DHA (90 miligram DHA/100 gram) dan 0,72 persen ARA (180 miligram ARA/100
gram) selama 4 bulan pertama memiliki tingkat IQ lebih tinggi 7 poin
dibanding mereka yang tak mendapat asupan DHA dan ARA dalam kadar tersebut.
Di samping itu, studi lain menunjukkan bahwa skor IQ pada anak usia 4 tahun
berkorelasi kuat dengan skor IQ pada usia 17 tahun. "Hal ini menunjukkan
adanya stabilisasi dalam jangka waktu panjang dan mengindikasikan nilai skor
IQ yang kurang lebih sama tingginya pada usia dewasa," Craig Jensen
menjelaskan.

Namun, selain asupan DHA dan ARA dalam kadar yang tepat, Hardiono
mengingatkan perlunya stimulasi tepat yang diterapkan sejak dini untuk
melatih kecerdasan anak. Menurut Hardiono, kecerdasan anak sangat
dipengaruhi oleh rangsangan yang diterimanya pada tahun-tahun awal
kehidupannya, terutama dua tahun pertama yang sering disebut dengan the
golden years. Stimulasi yang tepat, baik jenis maupun frekuensinya, akan
melatih pancaindra anak dan akan mempengaruhi kecerdasan.

Nah, jangan sia-siakan masa keemasan anak Anda. Sebab, bila terlambat, akan
sulit memperbaikinya.

Penulis: Marlina Marianna Siahaan
Sumber : Tempo

RSS Feed (xml)
Template by : Kendhin x-template.blogspot.com